TIMORDAILYNEWS.COM – Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) wilayah Kabupaten Belu menyebutkan bahwa aktivitas di kawasan hutan lindung Bifemnasi Sonmahole yang melibatkan Kapolres Belu, AKBP Richo Simanjuntak adalah pelanggaran Hukum.
Plh Kepala UPT KPH wilayah Kabupaten Belu, Edel Merry Asa S.Hut saat menerima massa aksi dari PMKRI Cabang Atambua pada Selasa (26/3/2024) menjelaskan bahwa pada tanggal 20 lalu petugasnya sudah turun ke lapangan ternyata di kawasan Weberliku dan Bubur Lulik telah terjadi kegiatan pembuatan atau peningkatan jalan sepanjang kurang lebih 2,5 kilometer dengan lebar jalan kurang lebih 3 meter yang masuk dalam kawasan hutan lindung Bifemnasi Sonmahole, RTK nomor 184.
Dijelaskan bahwa akibat pembukaan atau pembuatan jalan tersebut maka telah terjadi penggusuran beberapa pohon akasia, pohon putih dan pohon jati kurang lebih 10-20 batang pohon.
“Setelah dilakukan koordinasi dengan pihak Desa Tukuneno menyatakan benar ada kegiatan itu di sana. Kegiatan tersebut diduga atau dari Kapolres Belu,” ungkapnya.
Mendukung pernyataan Plh UPT KPH wilayah Kabupaten Belu, salah satu kepala seksinya menegaskan pihak UPT Kesatuan Pengelolaan Hutan Wilayah Kabupaten Belu menyatakan bahwa itu pelanggaran.
“Ini berkaitan dengan Undang-Undang nomor 18 tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan. Melanggar Undang-undang? Itu didalam kawasan, kalau tidak ada izin, prosedur seperti apa, ya itu melanggar,” pintanya.
Selain Undang-Undang nomor 18 tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan, ada juga undang – undang yang dilanggar yakni Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 mengatur terkait penyelenggaraan kehutanan.
Kapolres Belu AKBP Richo Simanjuntak telah membantah keras dugaan yang dialamatkan kepadanya. Dia mengaku hanya semata-mata berniat membantu masyarakat setempat yang kesulitan. Bahwa sebelum dilakukan kegiatan dalam kawasan itu, telah ada koordinasi dengan pemerintah desa setempat.
Berikut ini sejumlah pasal dalam Undang – Undang Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan yang bakal menjerat perusak hutan lindung.
Ada 18 pasal yakni mulai dari pasal 11 sampai pasal 28 yang mengatur tentang perbuatan-perbuatan atau aktivitas-aktivitas apa saja yang dilarang di dalam kawasan hutan lindung.
Khusus di pasal 27 dan 28, itu mengatur tentang keterlibatan pejabat dalam penggunaan kawasan hutan secara tidak sah. Untuk lebih jelasnya, inilah uraian pasal-pasal tentang Perbuatan Perusakan Hutan :
Pasal 11
(1) Perbuatan perusakan hutan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini meliputi kegiatan pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah yang dilakukan secara terorganisasi.
(2) Perbuatan perusakan hutan secara terorganisasi merupakan kegiatan yang dilakukan oleh suatu kelompok yang terstruktur, yang terdiri atas 2 orang atau lebih, dan yang bertindak secara bersama- sama pada waktu tertentu dengan tujuan melakukan perusakan hutan.
(3) Kelompok terstruktur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak termasuk kelompok masyarakat yang bertempat tinggal di dalam dan/atau di sekitar kawasan hutan yang melakukan perladangan tradisional dan/atau melakukan penebangan kayu di luar kawasan hutan konservasi dan hutan lindung untuk keperluan sendiri dan tidak untuk tujuan komersial.
(4) Masyarakat yang bertempat tinggal di dalam dan/atau di sekitar kawasan hutan yang melakukan penebangan kayu di luar kawasan hutan konservasi dan hutan lindung untuk keperluan sendiri dan tidak untuk tujuan komersial harus mendapat izin dari pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Ketentuan mengenai penebangan kayu di luar kawasan hutan konservasi dan hutan lindung untuk keperluan sendiri dan tidak untuk tujuan komersial diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 12
Setiap orang dilarang:
a. melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan yang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan hutan;
b. melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan tanpa memiliki izin yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang;
c. melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan secara tidak sah;
d. memuat, membongkar, mengeluarkan, mengangkut, menguasai, dan/atau memiliki hasil penebangan di kawasan hutan tanpa izin;
e. mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan kayu yang tidak dilengkapi secara bersama surat keterangan sahnya hasil hutan;
f. membawa alat-alat yang lazim digunakan untuk menebang, memotong, atau membelah pohon di dalam kawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang;
g. membawa alat-alat berat dan/atau alat-alat lainnya yang lazim atau patut diduga akan digunakan untuk mengangkut hasil hutan di dalam kawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang;
h. memanfaatkan hasil hutan kayu yang diduga berasal dari hasil pembalakan liar;
i. mengedarkan kayu hasil pembalakan liar melalui darat, perairan, atau udara;
j. menyelundupkan kayu yang berasal dari atau masuk ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui sungai, darat, laut, atau udara;
k. menerima, membeli, menjual, menerima tukar, menerima titipan, dan/atau memiliki hasil hutan yang diketahui berasal dari pembalakan liar;
l. membeli, memasarkan, dan/atau mengolah hasil hutan kayu yang berasal dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah; dan/atau
m. menerima, menjual, menerima tukar, menerima titipan, menyimpan, dan/atau memiliki hasil hutan kayu yang berasal dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah.
Pasal 13
(1) Penebangan pohon dalam kawasan hutan secara tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf c merupakan penebangan pohon yang dilakukan dalam kawasan hutan dengan radius atau jarak sampai dengan:
a. 500 (lima ratus) meter dari tepi waduk atau danau;
b. 200 (dua ratus) meter dari tepi mata air dan kiri kanan sungai di daerah rawa;
c. 100 (seratus) meter dari kiri kanan tepi sungai;
d. 50 (lima puluh) meter dari kiri kanan tepi anak sungai;
e. 2 (dua) kali kedalaman jurang dari tepi jurang;
dan/atau
f. 130 (seratus tiga puluh) kali selisih pasang tertinggi dan pasang terendah dari tepi pantai.
(2) Penebangan pohon yang dilakukan dalam kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dikecualikan untuk kegiatan yang mempunyai tujuan strategis yang tidak dapat dihindari dengan mendapat izin khusus dari Menteri.
Pasal 14
Setiap orang dilarang:
a. memalsukan surat keterangan sahnya hasil hutan kayu;
dan/atau
b. menggunakan surat keterangan sahnya hasil hutan kayu yang palsu.
Pasal 15
Setiap orang dilarang melakukan penyalahgunaan dokumen angkutan hasil hutan kayu yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang.
Pasal 16
Setiap orang yang melakukan pengangkutan kayu hasil hutan wajib memiliki dokumen yang merupakan surat keterangan sahnya hasil hutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 17 (1) Setiap orang dilarang:
a. membawa alat-alat berat dan/atau alat-alat lain yang lazim atau patut diduga akan digunakan untuk melakukan kegiatan penambangan dan/atau mengangkut hasil tambang di dalam kawasan hutan tanpa izin Menteri;
b. melakukan kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan tanpa izin Menteri;
c. mengangkut dan/atau menerima titipan hasil tambang yang berasal dari kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan tanpa izin;
d. menjual, menguasai, memiliki, dan/atau menyimpan hasil tambang yang berasal dari kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan tanpa izin; dan/atau
e. membeli, memasarkan, dan/atau mengolah hasil tambang dari kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan tanpa izin.
(2) Setiap orang dilarang:
a. membawa alat-alat berat dan/atau alat-alat lainnya yang lazim atau patut diduga akan digunakan untuk melakukan kegiatan perkebunan dan/atau mengangkut hasil kebun di dalam kawasan hutan tanpa izin Menteri;
b. melakukan kegiatan perkebunan tanpa izin Menteri di dalam kawasan hutan;
c. mengangkut dan/atau menerima titipan hasil perkebunan yang berasal dari kegiatan perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa izin;
d. menjual, menguasai, memiliki, dan/atau menyimpan hasil perkebunan yang berasal dari kegiatan perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa izin; dan/atau
e. membeli, memasarkan, dan/atau mengolah hasil kebun dari perkebunan yang berasal dari kegiatan perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa izin.
Pasal 18
(1) Selain dikenai sanksi pidana, pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a, huruf b, huruf c, Pasal 17 ayat (1) huruf b, huruf c, huruf e, dan Pasal 17 ayat (2) huruf b, huruf c, dan huruf e yang dilakukan oleh badan hukum atau korporasi dikenai sanksi administratif berupa:
a. paksaan pemerintah; b. uang paksa; dan/atau c. pencabutan izin.
(2) Ketentuan mengenai mekanisme dan tata cara penerapan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 19
Setiap orang yang berada di dalam atau di luar wilayah
Indonesia dilarang:
a. menyuruh, mengorganisasi, atau menggerakkan pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah;
b. ikut serta melakukan atau membantu terjadinya pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah;
c. melakukan permufakatan jahat untuk melakukan pembalakan liar dan/ atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah;
d. mendanai pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah secara langsung atau tidak langsung;
e. menggunakan dana yang diduga berasal dari hasil pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah;
f. mengubah status kayu hasil pembalakan liar dan/ atau hasil penggunaan kawasan hutan secara tidak sah, seolah-olah menjadi kayu yang sah, atau hasil penggunaan kawasan hutan yang sah untuk dijual kepada pihak ketiga, baik di dalam maupun di luar negeri;
g. memanfaatkan kayu hasil pembalakan liar dengan mengubah bentuk, ukuran, termasuk pemanfaatan limbahnya;
h. menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, dan/atau menukarkan uang atau surat berharga lainnya serta harta kekayaan lainnya yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil pembalakan liar dan/atau hasil penggunaan kawasan hutan secara tidak sah; dan/atau
i. menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta yang diketahui atau patut diduga berasal dari hasil pembalakan liar dan/atau hasil penggunaan kawasan hutan secara tidak sah sehingga seolah- olah menjadi harta kekayaan yang sah.
Pasal 20
Setiap orang dilarang mencegah, merintangi, dan/atau menggagalkan secara langsung maupun tidak langsung upaya pemberantasan pembalakan liar dan penggunaan kawasan hutan secara tidak sah.
Pasal 21
Setiap orang dilarang memanfaatkan kayu hasil pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah yang berasal dari hutan konservasi.
Pasal 22
Setiap orang dilarang menghalang-halangi dan/atau menggagalkan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan di sidang pengadilan tindak pidana pembalakan liar dan penggunaan kawasan hutan secara tidak sah.
Pasal 23
Setiap orang dilarang melakukan intimidasi dan/atau ancaman terhadap keselamatan petugas yang melakukan pencegahan dan pemberantasan pembalakan liar dan penggunaan kawasan hutan secara tidak sah.
Pasal 24
Setiap orang dilarang:
a. memalsukan surat izin pemanfaatan hasil hutan kayu dan/atau penggunaan kawasan hutan;
b. menggunakan surat izin palsu pemanfaatan hasil hutan kayu dan/atau penggunaan kawasan hutan;
dan/atau
c. memindahtangankan atau menjual izin yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang kecuali dengan persetujuan Menteri.
Pasal 25
Setiap orang dilarang merusak sarana dan prasarana pelindungan hutan.
Pasal 26
Setiap orang dilarang merusak, memindahkan, atau menghilangkan pal batas luar kawasan hutan, batas fungsi kawasan hutan, atau batas kawasan hutan yang berimpit dengan batas negara yang mengakibatkan perubahan bentuk dan/atau luasan kawasan hutan.
Pasal 27
Setiap pejabat yang mengetahui terjadinya perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, 13, 14, 15, 16, 17, dan 19 wajib melakukan tindakan sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 28
Setiap pejabat dilarang:
a. menerbitkan izin pemanfaatan hasil hutan kayu dan/atau penggunaan kawasan hutan di dalam kawasan hutan yang tidak sesuai dengan kewenangannya;
b. menerbitkan izin pemanfaatan di dalam kawasan hutan dan/atau izin penggunaan kawasan hutan yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. melindungi pelaku pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah;
d. ikut serta atau membantu kegiatan pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah;
e. melakukan permufakatan untuk terjadinya pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah;
f. menerbitkan surat keterangan sahnya hasil hutan tanpa hak;
g. dengan sengaja melakukan pembiaran dalam melaksanakan tugas; dan/atau
h. lalai dalam melaksanakan tugas.
Demikianlah pasal-pasal yang mengatur tentang perbuatan perusakan hutan lindung, tentang dugaan keterlibatan Kapolres Belu AKBP Richo Simanjuntak dalam perusakan kawasan Hutan Lindung Bifemnasi Sonmahole, tentunya harus menunggu proses hukumnya berjalan baru bisa dipastikan melanggar atau tidak. (*/roy/TIMOR DAILY/TIMORDAILYNEWS.COM)