TIMORDAILYNEWS.COM – Beberapa hari lalu, Kabupaten Belu mendadak heboh dengan pemberitaan bahwa ada dugaan Kapolres Belu AKBP Richo Simanjuntak terlibat dalam aksi pengrusakan kawasan hutan lindung Bifemnasi Sonmahole.
Dugaan Keterlibatan Kapolres Belu AKBP Richo itu berawal dari sejumlah fakta yang diungkap aktivis PMKRI Atambua saat menggelar aksi unjuk rasa bahwa ada sejumlah aktivitas terlarang dalam kawasan hutan lindung.
Fakta yang diungkap PMKRI tersebut ternyata juga telah ditemukan oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Wilayah Kabupaten Belu dengan fakta yang hampir sama dengan investigasi dan advokasi dari PMKRI Cabang Atambua.
Pihak UPT KPH wilayah Kabupaten Belu sudah turun ke lapangan dan sudah melaporkan ke Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi NTT untuk mendapatkan petunjuk lebih lanjut di mana terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh Kapolres Belu dan jajaran karena salah satunya tidak mengantongi izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Kapolres Belu dan jajarannya diduga telah melanggar undang-undang nomor 18 tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan serta Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
Dugaan ini langsung dibantah keras oleh Kapolres Belu AKBP Richo Simanjuntak bahwa tidak ada pengrusakan hutan di sana melainkan yang dilakukan semata-mata ingin membantu masyarakat setempat.
Terlepas dari kasus di Kabupaten Belu bahwa ada fakta temuan PMKRI dan UPT KPH Wilayah Kabupaten Belu serta adanya bantahan dari Kapolres Belu, kasus pengrusakan hutan juga terjadi di wilayah lain.
Dilansir kompas, kasus pengrusakan hutan yang pernah diproses hukum juga terjadi di Kepulauan Bangka Belitung pada tahun 2020 silam.
Dalam kasus tersebut, ada seorang pelaku berinisial AZ (44) dijerat dengan pasal berlapis karena merusak hutan lindung di Lubuk Besar Bangka Tengah.
Kepala Penyidik Tindak Pidana Perambahan Hutan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Supartono mengatakan, AZ akan disidangkan atas tindak pidana perusakan lingkungan hidup berdasarkan undang-undang perlindungan lingkungan hidup dan tindak pidana pertambangan tanpa izin.
“Pertama kali penyidik KLHK menerapkan penegakan hukum pidana multidoor atau pidana berlapis,” kata Supartono dalam keterangan tertulis, Sabtu (27/06/2020).
Supartono menuturkan, tersangka disidik Penyidik Direktorat Penegakan Hukum Pidana KLHK. Barang bukti dan tersangka terkait pertambangan ilegal kawasan hutan telah diserahkan pada Kejaksaan Agung dan Kejari Bangka Tengah pada 4 Juni 2020.
Sehingga dalam waktu dekat kasus segera disidangkan. AZ diancam pidana penjara paling singkat 8 tahun dan paling lama 15 tahun serta pidana denda paling sedikit Rp 10 miliar dan paling banyak Rp 100 miliar.
Kepala Seksi III Gakkum KLHK Wilayah Sumatera di Palembang, Harianto mengatakan. tersangka AZ juga disidik terkait perusakan lingkungan akibat kegiatan pertambangan ilegal di kawasan lindung Lubuk Besar.
Terkait hal itu, AZ diancam pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 10 tahun serta pidana denda paling sedikit Rp 3 miliar dan paling banyak Rp 10 miliar.
Harianto menambahkan, tersangka dan barang bukti telah diserahkan ke Kejaksaan pada 25 Juni 2020 dan segera untuk disidangkan.
“Penindakan pidana berlapis ini diharapkan sebagai efek jera kepada pelaku kejahatan perusakan lingkungan, perusakan hutan, dan/atau pertambangan illegal,” ujar dia.
Direktur Pencegahan dan Pengaman Hutan KLHK Sustyo Iriyono, menyebutkan, petugas juga sedang mendalami pelaku-pelaku lainnya. Diduga AZ tidak bekerja sendirian.
“Pengenaan pidana berlapis, multidoor ini merupakan langkah bersejarah dalam penegakan hukum sumberdaya alam di Indonesia. Pertama kali kami melakukan pidana berlapis dengan menggunakan lebih dari satu undang-undang,” tegas Sustyo.
Pelaku akan dihukum berat karena menggunakan lebih dari satu undang-undang. Pada kasus selanjutnya, penerapan multidoor ini bakal dikembangkan terkait pidana pencucian uang. (kompas/roy/TIMOR DAILY/TIMORDAILYNEWS.COM)
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Untuk Pertama Kali, Perusak Hutan Dijerat Pasal Pidana Berlapis“