TIMORDAILYNEWS.COM – Kapolres Belu, AKBP Richo Simanjuntak disebut telah melakukan pelanggaran kode etik serius terkait dugaan keterlibatan aktivitas terlarang di kawasan hutan lindung Bifemnasi Sonmahole, Desa Tukuneno.
Hal ini disampaikan Direktur Lembaga Advokasi Anti Kekerasan Masyarakat Sipil ( Lakmas NTT), Victor Manbait, SH kepada media ini, Senin 1 April 2024 pagi.
BACA JUGA : Pengusaha Atambua Doakan Kapolres Belu, Begini Respon AKBP Richo Simanjuntak
Dikatakan Victor, Kapolres Belu, AKBP Richo Simanjuntak selaku penyidik utama pada Polres Belu seharusnya menjadi teladan akan kesadaran, ketaatan dan penegakan hukum yang justru memberi contoh melakukan aktivitas dalam kawasan hutan tanpa izin dan melanggar hukum.
Karena itu, lanjut Victor, Lakmas NTT yang juga merupakan anggota WALHI NTT menilai tindakan Kapolres Belu merupakan tindakan menyalahgunakan kewenangan dalam kedinasan, yang mengambil keputusan melakukan aktivitas dalam kawasan hutan dengan melanggar hukum.
“Merupakan pelanggaran kode etik serius. Keputusan Kapolres Belu yang mengambil keputusan melakukan pembangunan jalan dalam kawasan hutan tanpa izin itu bertentangan dengan pasal 13 angka 2; Komisi Kode Etik Profesi, di mana setiap anggota Polri dilarang mengambil keputusan yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan karena pengaruh keluarga, sesama anggota polri atau pihak ketiga,” tegas Victor.
“Untuk itu kita meminta Kepala Dinas KLH Provinsi NTT agar segera bertindak dengan memerintahkan PPNS pada gakum Dinas KLH Provinsi NTT yang telah mendapatkan laporan dari penjabat UPTD Kehutanan Kabupaten Belu akan terjadinya dugaan tindak pidana perusakan hutan dan penambangan ilegal dalam kawasan hutan lindung ini segera diproses penegakan hukumnya dengan mengungkap motif – motif di balik tindak pidana ini,” sambungnya.
Lebih lanjut Victor mengatakan, tindak pidana perusakan hutan dengan pembangunan jalan dalam kawasan hutan, penebangan pohon dan pembangunan lampu jalan dalam kawasan hutan lindung tanpa IPPKH dan penambangan ilegal bahan batuan – Sirtu gunung dalam kawasan hutan lindung merupakan tindak pidana biasa, sama sepeti tindak pidana pembunuhan, pemerasan atau tindak pidana korupsi.
“Yang mana tanpa adanya pengaduan dan atau laporan dari siapapun, bila sudah terang benderang ada indikasi kuatnya terjadi dan buktinya nyata di lapangan, menjadi kewajiban bagi APH penyidik PPNS pada ditjen penegakan hukum kementrian KLH pada Provinsi NTT maupun pihak Kepolisian RI untuk mengusut mengungkap dan menangkap dan membawa pelaku kejahatan perusak hutan dan penambangan ilegal ini ke meja hijau untuk mempertanggungjawabkan perbuatan pidananya,” urainya.
Victor lantas membeberkan bahwa Lakmas NTT sebagai anggota WALHI telah melakukan kajian terkait dugaan Tindak Pidana Perusakan Hutan, Penebangan Pohon dan Penambangan dalam kawasan Lindung Bifemnasi Sonmahole di Webereliku Desa Tukuneno oleh Kapolres Belu cs.
Bahwa perusakan hutan adalah proses, cara atau perbuatan merusak hutan melalui kegiatan pembalakan liar, penggunaan kawasan tanpa izin atau izin yang bertentangan dengan maksud dan tujuan pemberian izin di dalam kawasan hutan yang telah ditetapkan, yang telah ditunjuk, ataupun yang sedang diproses.
Fakta peristiwa dari pernyataan Kapolres Belu di berbagai media online bahwa atas permintaan warga Desa Tukuneno dan melalui survey dan koordinasi dengan pemerintah Desa Tukuneno telah melakukan pembangunan perkerasan jalan di atas jalan lama menuju di Dusun Webereliku di Desa Tukuneno yang dalam pekerjaannya menggunakan alat berat melindas pohon, dan dilakukannya pembangunan tiang lampu penerangan jalan pada 12 Titik di Kampung Webereliku dan hasil pengecekan lapangan Team UPTD Kesatuan Wilayah kehutanan Kabupaten Belu yang bertanggungjawab dalam pengawasan dan perlindungan hutan di Kabupaten Belu yang melakukan pengecekan lapangan dan menemukan adanya pembangunana peningkatan jalan kurang lebih 2,5 Kilometer dengan pelebaran 3 meter menuju ke dalam kawasan hutan lindung Bifemnasi Sonmahole, penggalian material sirtu gunung, Penebangan 10 sampai 20 pohon jati, akasia, yang telah dilaporkan oleh penjabat UPTD Kehutanan Belu ke Kepala Dinas KLH Provinsi NTT, di mana Penjabat UPTD Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Wilayah Kabupaten Belu Edel Merry Asa, mengatakan harusnya pihak Kapolres Belu dan jajarannya mengurus izin, harus diberitahu, dan dibuatkan izin oleh kementrian lingkungan hidup.
Hal ini, demikian Lakmas NTT, menunjukan dengan terang dan jelas akan fakta peristiwa, dan bukti kuat dugaan tindak pidana perusakan hutan, penebangan pohon tanpa izin dan penambangan ilegal dalam kawasan hutan oleh Kapolres Belu.
Dugaan tindak pidana perusakan hutan yang dilakukan oleh Kapolres Belu adalah dengan melakukan pembangunan perkerasan jalan pada jalan lama yang telah rusak dan hampir hilang pada lokasi sejauh kurang lebih 2,5 kilometer, dengan lebar 3 meter, pembangunan jalan baru sejauh 80 meter dengan lebar 3 meter untuk akses mobilisasi kendaraan pengangkutan material jalan perkerasan yang dibuat dan pembangunan tiang listrik penerangan jalan dalam Kampung Webereliku dalam kawasan hutan lindung Bifemnasi Sonmahole di Webereliku, Desa Tukuneno, Kecamatan Tasifeto Barat, Kabupaten Belu, tanpa ijin pinjam pakai kawasan hutan – IPPKH dari kementerian lingkungan hidup, sebagaimana diatur dalam pasal 19 huruf A dan huruf b, c dan huruf d UU No 18 tahun 2013 tentang pencegahan pemberantasan Perusakan Hutan ( UU P3H). Dan dalam UU No 41 tahun 1999 tentang kehutanan pasal 50 ayat (3) mengatur bahwa kegiatan dalam kawasan hutan tanpa dilengkapi dengan izin pinjam pakai kawasan hutan diancam sanksi pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp5 milyar.
Dugaan tindak pidana dalam kawasan hutan lindung Bifemnasi Sonmahole adalah ditumbangkannya 20-an pohon dengan alat berat saat pengerjaan peningkatan jalan dalam kawasan hutan lindung ini, tanpa izin dari kementrian kehutanan, UPTD Kesatuan Pengelola Hutan Wilayah Kabupaten Belu. Sebagaimana diatur dalam pasal 12;huruf c UU no 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, dan diancam dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun serta denda paling sedikit Rp50 Juta dan paling banyak Rp 2,5 Miliar sebagaimana diatur dalam pasal 50 ayat (3) UU no 18/2013 tentang pencegahan pemberantasan Perusakan Hutan.
Selanjutnya penggalian material gunung sirtu dengan kedalaman 6 meter SD 8 meter dengan diameter 80 meter dalam kawasan hutan lindung Bifemnasi Sonmahole di Webereliku untuk kepentingan pembangunan merupakan bentuk penambangan ilegal yang dilakukan tanpa izin dan merupakan tindak pidana yang tidak memenuhai ketentuan pasal 134 ayat (2) Undang undang menrerba dan batubara no 4 tahun 2009, yang mengatur kegiatan usaha pertambangan tidak dapat dilaksanakan pada tempat yang dilarang untuk melakukan kegiatan usaha pertambangan sebelum memperoleh izin dari instansi pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Di mana sesuai dengan peraturan pemerintah Nomor 10 tahun 2010, wajib mendapat ijin usaha pertambangan bagi perorangan atau badan hukum yang akan melakukan penambangan batuan dalam kawasan hutan. Dan bagi setiap orang atau badan hukum yang melakukan usaha penambangan tanpa izin usaha penambangan berdasarkan ketentuan UU no 4 tahun 2009 tentang pertambangan Mineral dan batu bara dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp10 milyar. (*/roy/TIMOR DAILY/TIMORDAILYNEWS.COM)