BORONG, TIMORDAILY.COM – Advokat PERADI, Fitalis Burhanus, SH, mengajukan tantangan kepada Polres Manggarai Timur terkait penangkapan kliennya, Freinademetz Jehapung alias Freden, yang dinilai tidak sesuai prosedur hukum dan tidak profesional dalam menjalankan tugas kenegaraan.
Penangkapan, penahanan, serta penyitaan barang milik Freden yang dilakukan oleh penyidik PPA (Profesional Pemberi Asuhan) Polres Manggarai Timur ini terjadi pada 11 September 2024 sekitar pukul 18.00 WITA.
Menurut keterangan Burhanus, penangkapan dimulai saat Freden menerima pesan singkat dari salah satu petugas kepolisian yang memintanya bertemu di cabang SMA Negeri I Borong di Kaca-Sita, Kecamatan Rana Mese.
Freden mengiyakan permintaan tersebut dan mendatangi lokasi, di mana ia melihat tiga anggota polisi di sekitar mobil pikap berwarna putih.
Setelah berhadapan dengan ketiga anggota tersebut, Freden diminta masuk ke dalam mobil, serta diminta menyerahkan kunci motor dan telepon genggamnya.
“Begitu masuk mobil, salah satu anggota polisi yang dikenal dengan nama Asten langsung bertanya, ‘Ada hubungan kau dengan Anjel?’ dan Freden menjawab bahwa mereka pacaran. Selanjutnya, Asten menanyakan apakah Freden tahu kondisi Anjel, yang dijawab tidak tahu olehnya. Saat ditanya lebih lanjut tentang hubungan mereka, Freden mengakui bahwa mereka pernah berhubungan sebanyak dua kali,” jelas Burhanus kepada media ini, Selasa, 5 November 2024.
Pernyataan Freden itu direspons dengan tindakan kekerasan oleh Asten.
“Asten mencekik leher Freden dengan tangan kiri dan memukul wajahnya berulang kali hingga babak belur,” ungkap Burhanus.
Bahkan saat perjalanan menuju kantor Polres Matim, Freden kembali mendapat kekerasan fisik hingga mengakibatkan wajah dan hidungnya berdarah.
Di kantor Polres, situasi semakin parah ketika Freden ditempatkan di ruang tahanan dan lampu penerangan tiba-tiba mati.
“Dalam keadaan gelap, Asten dan lima anggota lainnya menganiaya Freden bergiliran hingga tak berdaya,” terang Burhanus.
Ia menambahkan, jika ada CCTV di ruangan tersebut, kemungkinan besar tidak merekam kejadian itu karena lampu padam.
Orang tua Freden yang tidak mengetahui penangkapan tersebut baru mendapat informasi saat mengunjungi kos anaknya.
Nasional Internasional Daerah Ekbis Olahraga Hiburan Gaya Hidup Pendidikan Khazana Peristiwa Otomotif Weton Polkam Hukrim Sosbud Pariwisata/Travel Kuliner Humaniora Sudut Pandang Religi Opini Tips & Trik Puisi Cerpen Trending Hiburan/Selebriti Kesehatan Profil Video Photo
“Mereka mendatangi kantor Polres pada 13 September 2024 untuk memastikan kabar tersebut. Namun, permintaan untuk bertemu Freden ditolak,” ujar Burhanus. Keluarga baru diizinkan bertemu Freden pada 17 September 2024, dan terkejut melihat kondisi wajahnya yang lebam akibat penganiayaan.
Burhanus menyebut sejumlah kejanggalan dalam proses penanganan kasus ini, termasuk tidak adanya surat perintah penangkapan, penahanan, dan penyitaan.
“Hal ini bertentangan dengan Pasal 27 ayat (2) huruf a Peraturan Kepolisian Nomor 8 Tahun 2009 serta Pasal 38 hingga 48 KUHAP yang mengatur bahwa penyitaan hanya bisa dilakukan dengan izin pengadilan atau dalam keadaan mendesak dengan kewajiban melaporkan kepada ketua pengadilan,” tegasnya.
“Tidak ada alasan mendesak dalam kasus ini karena Freden tidak melarikan diri dan secara kooperatif menemui petugas,” ujar Burhanus.
Advokat lulusan Fakultas Hukum UNDANA tahun 2006 itu mengungkapkan bahwa pihaknya telah mengajukan praperadilan terhadap Polres Manggarai Timur terkait kasus ini, dengan sidang perdana yang dimulai Senin, 4 November 2024.
Hingga berita ini diterbitkan, Polres Manggarai Timur belum berhasil dikonfirmasi. ***