Belu  

UPT KPH Sebut Ada Pelanggaran Hukum di Kawasan Hutan Lindung yang Libatkan Kapolres Belu

UPT KPH Sebut Ada Pelanggaran Hukum di Kawasan Hutan Lindung yang Libatkan Kapolres Belu
UPT KPH Sebut Ada Pelanggaran Hukum di Kawasan Hutan Lindung yang Libatkan Kapolres Belu

TIMORDAILYNEWS.COM – Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) wilayah Kabupaten Belu menyebutkan bahwa aktivitas di kawasan hutan lindung Bifemnasi Sonmahole yang melibatkan Kapolres Belu, AKBP Richo Simanjuntak adalah pelanggaran Hukum.

Plh UPT KPH wilayah Kabupaten Belu, Edel Merry Asa S.Hut saat menerima massa aksi dari PMKRI Cabang Atambua pada Selasa (26/3/2024) menjelaskan bahwa sesuai informasi yang didapat bahwa ada kegiatan di kawasan hutan lindung di wilayah Dusun Weberliku dan Dusun Bubur Lulik, dirinya langsung menugaskan staf ke lokasi tersebut.

“Pada tanggal 20 lalu petugas kami sudah turun ke lapangan ternyata di kawasan Weberliku dan Bubur Lulik telah terjadi kegiatan pembuatan atau peningkatan jalan sepanjang kurang lebih 2,5 kilometer dengan lebar jalan kurang lebih 3 meter yang masuk dalam kawasan hutan lindung Bifemnasi Sonmahole, RTK nomor 184,” jelasnya seperti dilansir the east indonesia.

Dijelaskan bahwa akibat pembukaan atau pembuatan jalan tersebut maka telah terjadi penggusuran beberapa pohon akasia, pohon putih dan pohon jati kurang lebih 10-20 batang pohon.

“Setelah dilakukan koordinasi dengan pihak Desa Tukuneno menyatakan benar ada kegiatan itu di sana. Kegiatan tersebut diduga atau dari Kapolres Belu,” ungkapnya.

Menurut Edel Merry Asa, pihak sudah turun ke lapangan dan sudah dilaporkan ke Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi NTT untuk mendapatkan petunjuk lebih lanjut.

“Tindakan yang sudah kami lakukan setelah mendapatkan fakta di lapangan sana, kami sudah menyampaikan kepada kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi NTT. Kami masih menunggu petunjuknya bagaimana, tetapi sebelum petunjuk itu ada adik-adik sudah kesini. Jadi nanti kami menunggu petunjuk dari Kepala Dinas,” jelasnya.

Ditambahkan, “Kalau sebelumnya pihak yang bekerja disana (Kapolres Belu dan jajaran) sudah ada koordinasi, ada arahan dari kami mungkin tidak seperti saat ini. Aktivitas itu, untuk izin tidak ada.”

Edel Merry Asa pun berjanji akan segera dan akan mempercepat penuntasan kasus ini.

“Mulai hari ini kami akan menyikapi itu dan kami akan tindak lanjut untuk sampaikan kepada Dinas bahwa kasus ini bisa dituntaskan,” tegasnya.

Mendukung pernyataan Plh UPT KPH wilayah Kabupaten Belu, salah satu kepala seksinya menegaskan terkait pertanyaan jika melanggar peraturan perundang-undangan yang pelaku, maka undang-undang apa, nomor berapa dan pasal berapa yang dilanggar?, pihak UPT Kesatuan Pengelolaan Hutan Wilayah Kabupaten Belu menyatakan bahwa itu pelanggaran.

“Ini berkaitan dengan undang-undang nomor 18 tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan. Melanggar Undang-undang? Itu didalam kawasan, kalau tidak ada izin, prosedur seperti apa, ya itu melanggar,” pintanya.

Seorang kepala seksi lainnya pada UPT KPH wilayah Kabupaten Belu juga menerangkan terkait apakah aktivitas – aktivitas tersebut melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku atau tidak?

“Bahwa ada Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 mengatur terkait penyelenggaraan kehutanan. Namun untuk ini kalau tidak ada koordinasi, pasti melanggar karena masuk kawasan hutan dan tidak ada izin,” ujarnya.

Lanjutnya, “Kalau kita lihat fakta di lapangan, kami lihat itu koordinasi yang kurang sebenarnya kita bisa memanfaatkan ruang yang disiapkan. Kalau seperti ini harusnya skema persetujuan penggunaan kawasan hutan yang disahkan oleh Gubernur yang luasannya di bawah 5 hektare.”

Pihak secara khusus berterima kasih kepada UPT KPH wilayah Kabupaten Belu yang melalui cari ini memberitahukan kepada masyarakat luas bahwa hutan itu penting.

Mendengarkan penjelasan itu, Ketua PMKRI Cabang Atambua St. Yohanes Paulus II, Sekundus Loe meminta agar tindakan ini diproses secara hukum sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

“Berdasarkan audience ini maka patut diduga terjadi pelanggaran oleh Kapolres Belu dan jajarannya sehingga kami dari PMKRI Cabang Atambua menuntut agar kasus tersebut diproses secara hukum sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku,” tegas ketua Presidium diamini oleh semua anggota PMKRI Cabang Atambua yang berdemo.

Untuk diketahui, para anggota Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Atambua St. Yohanes Paulus II melakukan aksi demo terhadap dugaan tindakan pengrusakan kawasan hutan lindung di Kabupaten Belu wilayah Perbatasan Negara RI-RDTL yang dilakukan oleh Kapolres Belu dan jajarannya.

PMKRI Cabang Atambua mendatangi langsung kantor Unit Pelaksana Teknis Kesatuan Pengelolaan Hutan Wilayah Kabupaten Belu pada Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi NTT di Tini, Kecamatan Atambua Barat, Kabupaten Belu, Selasa siang, 26 Maret 2024.

Ketua Presidium PMKRI Cabang Atambua St. Yohanes Paulus II, Sekundus Loe didampingi
Sekertaris Jenderal PMKRI Cabang Atambua St. Yohanes Paulus II, Oktovianus Mau dalam aksi demo dan audience menyampaikan bahwa berdasarkan hasil investigasi dan advokasi, pihak PMKRI Cabang Atambua menduga ada aktivitas pelanggaran yang terjadi pada kawasan hutan lindung di wilayah Dusun Weberliku dan Dusun Bubur Lulik yang berada di Desa Tukuneno, Kabupaten Belu.

PMKRI Cabang Atambua mendatangi dan menanyakan beberapa hal terhadap sejumlah fakta di antaranya; Peningkatan jalan sepanjang kurang lebih 3 kilometer, penebangan pohon kurang lebih 20 batang pohon, pembukaan jalan baru menuju lokasi tambang galian C kurang lebih 50 meter, Penambangan galian C dengan radius lingkaran sepanjang kurang lebih 30 meter dan kedalaman kurang lebih 6 – 8 meter.

Terhadap fakta-fakta tersebut, PMKRI Cabang Atambua juga Sekundus mengajukan sejumlah pertanyaan kepada Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kesatuan Pengelolaan Hutan Wilayah Kabupaten Belu.

“Apakah fakta tersebut terjadi dalam kawasan hutan lindung atau bukan? Apakah aktivitas – aktivitas tersebut melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku atau tidak?” Pungkas Ketua Presdium dan diamini anggota PMKRI Cabang Belu lainnya.

Selanjutnya PMKRI Cabang Atambua meminta penjelasan bahwa jika melanggar peraturan perundang-undangan yang pelaku, maka undang-undang apa, nomor berapa dan pasal berapa yang dilanggar?

PMKRI Cabang Atambua juga mempertanyakan apakah UPT KPH Wilayah Kabupaten Belu sudah mengetahui aktivitas-aktivitas di lokasi tersebut dan apa yang sudah dilakukan oleh UPT KPH Wilayah Kabupaten Belu terhadap peristiwa tersebut?

“Kami juga mau bertanya langkah hukum apa yang akan dilakukan oleh UPT KPH Wilayah Kabupaten Belu terhadap peristiwa tersebut, kapan akan dilakukan dan sampai kapan?” tanya Sekundus Loe. (theeast/roy/TIMOR DAILY/TIMORDAILYNEWS.COM)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *